banner here

Kisah para Survivor PPKS : Ibu Hana Rukmana

kapsul sambiloto,kapsul kunyit putih,kapsul kelor,obat kanker,herbal kanker,obat covid,herbal covid,obat corona
Oleh : Ibu Hana Rukmana

KANKER.....hanyalah satu kata pendek hanya 2 sukukata, namun... sungguh kata itu membuat terkejut, merinding bahkan menakutkan. Terlebih bila kata itu sampai pada seseorang yang kita kenal, yang dekat dengan keluarga kita, apalagi terhadap orang yang kita sayangi, sungguh- menyedihkan. Ternyata hal itulah yang harus aku rasakan, juga seluruh anggota keluarga, suami dan anak-anak tercinta.

Waktu itu di bulan Februari tahun 2003, saat itulah saya divonis Kanker Serviks stadium III-B. Tidak ada gejala apapun yang kurasakan, tiba-tiba saja saya mengalami pendarahan. Padahal saya sudah menopause lama sekali yaitu pada saat usiaku 48 tahun, sedangkan vonis itu datang saat usiaku sudah 60 tahun kurang 4 bulan. Semula saya mengira hanya karena kelelahan, maklumlah di usia itu saya masih aktif dalam kegiatan sehari-hari yaitu membimbing anak-anak TK yang sudah saya geluti sejak tahun 1964 dan saya sangat menikmati kegiatan tersebut. Namun ternyata pendarahan itu terjadi terus menerus dan semakin bertambah banyak, saya pun merasa lemas sekali. Sejujurnya saya takut untuk memeriksakan diri ke dokter, apalagi harus ke rumah sakit.

Dengan keadaan diriku seperti itu suami menyarankan untuk berobat ke pengobatan alternatif. Akhirnya saya pun mengikuti saran suami saya berobat ke pengobatan alternatif sampai 3 kali. Tapi anak-anakku semua menyarankan agar berobat secara medis, terlebih adik saya yang kebetulan bekerja di sebuah rumah sakit di wilayah Bekasi tempat saya tinggal.

Pemeriksaan awal di rumah sakit tersebut dengan menjalani berbagai pemeriksaan bahkan di USG, apalagi keadaan HB saya saat itu hanya 7 maka dokter menyarankan untuk memeriksakan diri ke RSCM.

Mulailah hari-hari saya yang sangat melelahkan baik secara fisik maupun mental, karena saya harus sering menempuh perjalanan Bekasi ke Jakarta pulang pergi, saya jalani semua itu dengan perasaan lelah, sakit, jenuh yang memang harus saya rasakan. Bersyukur suami dan anak-anak juga kakak serta adikku dengan sabar bergantian menemaniku, dan tidak henti-hentinya terus menyemangatiku dikala aku merasa capek dan tidak mau meneruskan pemeriksaan dan pengobatan. Itulah semua yang justru menjadikan aku semakin kuat dan sabar menghadapi cobaan ini.

Hingga akhirnya, setelah kurang lebih satu bulan aku menjalani berbagai macam pemeriksaan, sampailah pada hari yang tidak dapat kulupakan, yaitu pada bulan Februari 2003 saat itulah aku di vonis Kanker Serviks Stadium III-B. Aku kaget, sedih, bingung dan berbagai macam perasaan menyelimutiku saat itu, saya hanya terdiam saat mendengar vonis itu, tanpa terasa pipiku basah, aku menangis. Saat itu kakak tertuaku yang menemaniku langsung memelukku erat-erat dan menghapus air mata yang mengalir deras di pipiku. Aku yakin perasaannya sama dengan yang tengah aku rasakan saat itu, namun dia mencoba menahan dan menutupi perasaannya serta berusaha untuk membesarkan hatiku, meski dengan kata yang terbata-bata dan kulihat air mata pun meleleh dipipinya, dia terus memelukku dengan erat dan kudengar pula secara perlahan dia tak henti-hentinya menyebut asma Allah SWT.

Kemudian dokter yang memeriksaku saat itu memegang bahuku dengan lembut dan juga terus membesarkan hatiku, menyemangatiku supaya saya terus berusaha untuk menjalani pengobatan selanjutnya.

Usiaku waktu itu 60 tahun kurang 4 bulan. Dokter menyarankan untuk segera memulai pengobatan dengan harapan dapat selesai pada saat bersamaan dengan usiaku yang ke 60 tahun. Jadi waktu 4 bulan itu harus benar-benar dimanfaatkan semaksimal mungkin. Saya ingat sekali perkataan dokter itu "Berpacu dengan waktu ya bu... ".

Kesimpulan dokter bahwa tindakan yang akan dilakukan adalah kemotherapi sebanyak 4 kali dan radiasi sebanyak 30 kali yang semua pengobatan itu dilaksanakan di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta.

Kami terpaksa tinggal di Jakarta dengan mengontrak sebuah kamar kost supaya dekat dengan rumah sakit. Mulailah hari-hari yang melelahkan aku jalani. Mengingat waktu yang terbatas, aku harus menjalani kemotherapi dikombinasi dengan radiasi. Itupun dicoba dulu dengan melihat bagaimana kondisi saya saat itu apakah kuat atau tidak. Alhamdulillah, menurut dokter saya bisa melanjutkan pengobatan tersebut. Begitulah saya harus menjalani semua itu. Hari Senin saya kemotherapi kemudian Selasa sampai Jum'at saya menjalani Sinar di LineX. Alhamdulillah, besan saya yang tinggal tidak jauh dari rumah sakit menawarkan untuk tinggal di rumahnya, kebetulan ada paviliunnya yang kosong, katanya dari pada saya harus mengontrak.

Hingga saat ini saya pun rasanya masih ingat bagaimana saat itu harus diinfus untuk menjalani kemotherapi atau untuk transfusi, karena tidak jarang saya harus ditransfusi sebelum dilakukan kemotherapi bila HB saya sedang rendah (drop).

Dalam beberapa hari terkadang saya sering minta istirahat dulu atau berhenti saja, itu semua karena saya sudah merasa jenuh, sakit dan merasa pesimis untuk sembuh, apalagi kalau mendengar cerita-cerita tentang kanker. Lebih-lebih efek samping yang aku rasakan setelah dilakukan radiasi seperti rasa mual, pusing hingga muntah-muntah atau bahkan tidak bisa makan setelah di kemotherapi, rasanya saya ingin berhenti saja. Namun lagi-lagi dorongan dari keluarga orang-orang terdekat yang terus memberi semangat dan terus berdo'a untukku sehingga akhirnya akupun merasa bersemangat kembali. Aku pun ingat bagaimana pengorbanan orang-orang yang aku cintai seperti suami, anak-anakku dan keluargaku, terlebih ibuku yang tiada henti-hentinya berdo'a untukku, juga teman serta sahabat-sahabatku. Aku ingin dan harus sembuh, apalagi kalau ingat cucu-cucuku yang belum dewasa, aku ingin melihat mereka tumbuh dewasa, aku ingin mendengar celoteh dan gurauannya serta kelucuan dan kepolosannya.

Alhamdulillah akhirnya semua cobaan itu dapat aku jalani dan aku selesaikan dengan baik meski dengan tertatih-tatih, hingga tiba saatnya pengobatan yang terakhir yaitu dengan Sinar Dalam sebanyak 3 kali yang menurutku itulah pengobatan yang terberat aku rasakan. Aku bersyukur, terima kasih ya Allah... Engkau telah memberikan aku kesembuhan, Kau beri aku kesempatan untuk melanjutkan hidupku.

Alhamdulillahirabbilalamiin, saya masih ingat saat dokter menjabat erat tanganku sambil memegang bahuku dengan lembut sambil mengucapkan " Selamat ya bu, ibu memang kuat. Insya Allah ibu sudah sembuh dan sehat, sudah bersih dari penyakit ibu. Jangan lupa terus melakukan kontrol dan menjaga hidup ibu". Lagi-lagi air mata membasahi pipiku, kali ini air mata bahagia serta puji syukur pada Allah SWT yang Maha Kuasa.

Itulah sekelumit kisahku, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi teman-teman yang saat ini sedang menghadapi cobaan seperti yang saya alami dulu. Saya hanya dapat berpesan, janganlah berputus asa, teruslah berusaha berobat hingga tuntas, tentu saja tidak lupa untuk tetap berdo'a kepada Tuhan, Insya Allah akan sembuh. Jangan lupa papsmeer atau deteksi dini lainnya.

Alhamdulillah, kini dengan adanya PPKS (Perempuan Peduli Kanker Serviks) saya sangat senang sekali dan sangat terasa manfaatnya. Saya dapat sharing dengan teman-teman sesama mantan penderita Kanker Serviks, terlebih jika dapat bertemu dan memberi semangat (patient support) bagi yang sedang menderita kanker. Dan juga saya bersyukur serta gembira sekali, kini telah ada vaksin untuk Kanker Serviks sehingga dapat lebih mengurangi bagi wanita yang menderita Kanker Serviks. Bukankah mencegah lebih baik dari pada mengobati ? Karena saya telah merasakan bagaimana beratnya penderitaan, pengorbanan fisik, moril terlebih materiil yang saya alami. Bukan hanya penderita Kanker Serviks saja yang rnengalami penderitaan tersebut tetapi keluarga juga ikut merasakannya semua. Terima kasih PPKS, teruslah berjuang, kami selalu mendukungmu.